Minggu, 29 November 2020

At Takatsur

 Apa yang terbayangkan dari kata “Bermegah-megahan’? rumah mewah? Punya barang branded? Atau banyak follower?

Hmm ternyata tidak sepenuhnya itu...



At takatsur: Bermegah-megahan

ﺃَﻟْﻬﺎﻛُﻢُ ﺍﻟﺘَّﻜﺎﺛُﺮُ

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu”. bermegah-megahan seperti apakah sampai membuat kita lalai?

At takatsur, sesuatu yang membuat kita sangat ingin memilikinya namun tujuan utamanya bukan untuk mengambil manfaat atau memenuhi kebutuhan, melainkan untuk dipamerkan dan dibanggakan. Dijadikan sarana menyombongkan diri. Menghapal Al Quran misalnya, baik, kan? Makin banyak hafalannya makin baik. Tapi kalau hal itu justru diniatkan untuk pamer atau membuat orang tersebut menjadi sombong, at takatsur juga namanya.. #astaghfirullah

at takatsur, membuat kita terobsesi dan ambisius untuk mendapatkannya. mengusahakannya dan menghalalkan segenap cara. Bahkan tak peduli jika itu berakibat mendzalimi diri sendiri maupun orang lain.

At takasur, membuat kita tak merasa cukup. Meskipun yang dimiliki sebenarnya masih mencukupi tapi selalu saja ada keinginan untuk mendapatkannya lagi dan lagi.

Kembali pada makna “alhaa“, ia adalah sesuatu yang membuat kita terdistraksi dari apapun yang sebenarnya lebih penting dan baik untuk dikerjakan.

Sesuatu yang membuat kita sibuk seperti strata amal (makruh, mubah, atau yang sunnah). Ga hanya cukup baik dan mencari apa yang lebih baik, yang lebih penting dan lebih diprioritaskan. Ah betapa sering terdistraksi dari hal yang mubah bahkan makruh, melalaikan yang sunnah. Jadi keinget nasihat murrabi “jangan ditinggalkan hanya karena hukumnya sunnah, karena para sahabat dulu berlomba-lomba mengerjakannya karena tau keutamaannya”. wow betapa seringnya salah kaprah.

Atau dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian besar manusia dibuat lalai kerena mengurus harta dan membanggakan anak. Padahal ada hal yang lebih penting yang harusnya menjadi fokus kita yaitu bersyukur pada nikmat yang telah diberikan kepada kita dan bersyukur pada Pemberi Nikmat.

“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikanmu dari mengingat kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Al-Munaafiquun: 9)

Naudzubillah jan  gan sampai kita termasuk orang yang merugi. Lalu bagaimana kita mengetahui bahwa kita termasuk orang yang beriman, apa buktinya?

Tanda orang yang beriman

1.    Memandang Allah di segala sesuatu, orang yang yakin terhadap Allah dia akan melihat Allah di setiap makhlukNya atau peristiwa di sekeliling kita

2.    Kembali kepada Allah dalam segala sesuatu

3.    Al istianah billah, minta tolong hanya kepada Allah saja.

Ayat pertama: menggunakan past tense yang berarti sesuatu yang sudah terjadi yang telah melalaikan kamu. Ya pasti kita pernah mengalaminya. Jadi ayat ini memperingatkan kita untuk berhati-hati dan melakukan intropeksi terhadap “ at takatsur”

 حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ

Sampai kapan kita sadar telah terpedaya “at-takatsur” sampai kamu masuk ke dalam kubur. Jadi tak ada yang bisa lepas dari hal yang melalaikan dan selamanya kita akan hadapi sampai kita masuk ke dalam kubur. Baru lah saat di kuburan menyadari bahwa harta dan anak-anak adalah salah satu penyesalan.

Jadi, bagaimana biar hidup kita ga lalai? Banyak-banyaklah mengingat kematian.

كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ ثُمَّ كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ

“Sekali-kali tidak kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui”

Sayfa ta’lamun bermakna sangat cepat, pretty soon kamu akan melihatnya. Pengulangan ayat ini menunjukkan penguatan adanya peringatan ancaman setelah ancaman.

كَلا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ

“Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin”

Ibnu Katsir berkata, “Kalau seandainya kamu mengetahui dengan sebenar-benar pengetahuan niscaya bermegah-megah tidak akan melalaikan kamu dari mencari akhirat sampai kalian ziarah ke kubur (mati).”

لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ

 ‘ainul yaqin’ kamu melihatnya dengan pasti, dengan mata kepala mereka

Ainul yaqin dalam al quran is used for maut. U can disbelieve a paradise, hell, or something but everyone could believe in death

3 tingkatan ilmu:

1.    Ilmu yakin, karena ilmu kita akan menyakini sesuatu

2.    Ainul yakin, kemudian diperkuat dengan penglihatan

3.    Haqqul yaqin yaitu dengan merasakan secara langsung

 3 kali ta’lamun:

Kalian akan tau bahwa kesibukan di dunia adalah merugikan dan sesuatu yg fana saat kita berada di

1.    Naza, ketika napas sudah sampai di tenggorokan

2.    Di kubur,

3.    Di padang mashyar

ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ

“kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).”

Kemudian kalian betul-betul akan ditanya pada hari itu tentang syukur kalian terhadap nikmat yang telah Allah berikan dari kesehatan, rasa aman, rizki dan lainnya. Apakah digunakan untuk menunaikan hak Allah atau menggunakannya untuk maksiat? Semuanya itu akan ditanyakan pada hari kiamat.

Referensi

Tafsir juz Amma: QS At Takatsur by Ust Nouman Ali Khan

Tafsir At takatsur by ustzah Maya

 

Continue reading At Takatsur

Senin, 16 November 2020

Al-Ashr, Waktu adalah Kehidupan


 

Tafsir Al-Ashr

Imam Syafi’i rahimahullah pernah berkata,

هذه السورة لو ما أنزل الله حجة على خلقه إلا هي لكفتهم

“Seandainya Allah menjadikan surat ini sebagai hujjah pada hamba-Nya, maka itu sudah mencukupi mereka.”

وَالْعَصْرِ (1)

Demi masa

Wal ashr: sumpah dengan waktu,

Allah bersumpah atas nama waktu karena keuntungan atau kerugian seseorang tergantung bagaimana dia memanfaatkan waktunya. Al waqtu huwal hayyah; Waktu adalah kehidupan. Orang yang membuang waktu sama saja dengan dia menyia-nyiakan hidupnya.

إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2

Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,

Kenapa Allah menggunakan kalimat negatif dalam surat ini?

Kenapa ga sesungguhnya manusia dalam keberuntungan.

Karena Allah paham betul  bahwa kebanyakan manusia adalah orang-orang  yang merugi, bahkan dijelaskan dalam hadist orang yang berhak masuk surga hanyalah 1 dari 100 orang. astaghfirullah

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏"‏ أَوَّلُ مَنْ يُدْعَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ آدَمُ، فَتَرَاءَى ذُرِّيَّتُهُ فَيُقَالُ هَذَا أَبُوكُمْ آدَمُ‏.‏ فَيَقُولُ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ‏.‏ فَيَقُولُ أَخْرِجْ بَعْثَ جَهَنَّمَ مِنْ ذُرِّيَّتِكَ‏.‏ فَيَقُولُ يَا رَبِّ كَمْ أُخْرِجُ فَيَقُولُ أَخْرِجْ مِنْ كُلِّ مِائَةٍ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ ‏"‏‏.‏ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِذَا أُخِذَ مِنَّا مِنْ كُلِّ مِائَةٍ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ، فَمَاذَا يَبْقَى مِنَّا قَالَ ‏"‏ إِنَّ أُمَّتِي فِي الأُمَمِ كَالشَّعَرَةِ الْبَيْضَاءِ فِي الثَّوْرِ الأَسْوَدِ ‏"‏‏.‏

Dari Abu Hurairah Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Orang pertama yang dipanggil pada Hari Kiamat adalah Nabi Adam. Kemudian keturunannya akan melihatnya, dan dikatakan, ′′ Inilah nenek moyangmu Adam. Adam akan berkata, ′′ Labbaik dan Saadik” Kemudian Allah akan berfirman (kepada Adam),  'Keluarkan keturunanmu, (yang tidak berhak masuk surga) penghuni neraka’. Adam akan berkata, 'Ya Tuhan, berapa banyak yang harus saya keluarkan?' Allah akan berkata, 'Keluarkan sembilan puluh sembilan dari setiap seratus. " Mereka (para sahabat Nabi) berkata, "Ya Rasul Allah! Jika sembilan puluh sembilan dari setiap seratus dari kita dibawa pergi, apa yang tersisa dari kita? Rasulullah bersabda, ′′ Ummatku akan berada di antara semua ummat, karena banteng hitam memiliki rambut putih di atas lembu hitam.

Orang yang paling merugi adalah orang yang sudah susah payah bekerja di kehidupan dunianya dia mengira dia sudah bermanfaat bagi keluarga nya tapi kata Allah amalannya tidak bernilai apa-apa

Begitulah kebanyakan manusia menyia-nyiakan waktunya untuk hal yang tidak bermanfaat. Anak muda masih sering baper, galau masalah percintaan, merasa kesepian (hmm) yang sebenarnya hidup mereka jauh dari kesibukan. Kalaulah kita memaknai makna syahadat dengan baik, sungguh kewajiban seorang muslim lebih banyak tanggungjawabnya dibandingkan waktunya.

Ayat 3:

إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling menasehati untuk kebenaran dan menasehati untuk kesabaran

Innal insan: bentuk mufrad atau tunggal, biasanya kalau struktur kalimat dalam bahasa arab apabila tunggal yang lainnya juga harus bentuk tunggal. Tapi saat surat al ashr, menggunakan kata Jama’ setelah kata tunggal. Innal Insaana (bentuk tunggal) .....; Illalladzina amanuu  (bentuk jamak)

Hal tersebut menandakan bahwa untuk menjalankan keimanan harus dilakukan secara berjamaah. Misalnya sholat berjamaah di masjid, membuat komunitas atau projek kebaikan. Allah memberikan keistimewaan pahala 27 rakaat orang yang berjamaah dibandingkan dengan sholat sendiri-sendiri.

Apa yang bisa dilakukan manusia dengan kesendiriannya?

Kecil, umur terbatas dan tak berarti itulah kelemahan manusia.

Namun ada suatu hal yang mampu melampaui kelemahan dalam diri kita: ketika kita beriman kepada Allah, connecting to Allah. Keimanan terhadap Allah akan mengupragade kita dari sesuatu yang fana.

Iman adalah sesuatu yang aktif, dinamis dan membuahkan. Dengan kita beriman kepada Allah, ada ikatan yang mengikat satu sama yang lain. Antara satu muslim dengan yang lainnya saling mencintai dan mendukung membentuk sebuah bangunan.

Watashau: kita disuruh saling berwasiat, berwasiat dalam kebenaran

Karena perjuangan menegakkan kebenaran itu benar, maka diperlukan kesabaran. Semoga Allah meneguhkan hati kita diatas kebenaran.

Karena ada orang yang datang dengan membawa amalan seperti gunung Tihamah, namun menjadi tidak bernilai ketika di akhirat.

Dari Tsauban, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Sungguh aku mengetahui suatu kaum dari umatku datang pada hari kiamat dengan banyak kebaikan semisal Gunung Tihamah. Namun Allah menjadikan kebaikan tersebut menjadi debu yang bertebaran.” Tsauban berkata, “Wahai Rasulullah, coba sebutkan sifat-sifat mereka pada kami supaya kami tidak menjadi seperti mereka sedangkan kami tidak mengetahuinya.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Adapun mereka adalah saudara kalian. Kulit mereka sama dengan kulit kalian. Mereka menghidupkan malam (dengan ibadah) seperti kalian. Akan tetapi mereka adalah kaum yang jika bersepian mereka merobek tirai untuk bisa bermaksiat pada Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 4245. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Kesimpulan

Seandainya Allah menjadikan hujjah hanya dengan surat Al ‘Ashr ini, maka itu sudah menjadikan hujjah kuat pada manusia. Jadi manusia semuanya berada dalam kerugian kecuali yang memiliki empat sifat: (1) berilmu, (2) beramal sholeh, (3) berdakwah, dan (4) bersabar.

Continue reading Al-Ashr, Waktu adalah Kehidupan

Minggu, 01 November 2020

Refleksi diri #2

 


Kenapa ini Terjadi

Sedih, kecewa, gundah begitu perasaan kita saat musibah datang. Kenapa ini menimpaku? Kenapa ga orang lain aja? Begitu kata kita saat musibah itu datang.

Sebelum itu, mari kita pahami musibah itu apa sih?

Jika kita lihat musibah dalam bahasa arab berasal dari kata asaba artinya mengenai tepat sasaran. Jadi musibah adalah sesuatu yang memang Allah inginkan terjadi pada kita yang sudah ditakdirkan siapa, kapan dan dimana terjadinya. Misalnya sulit dapat pekerjaan, sulit masalah finansial, studi yang tidak kelar-kelar, atau kesulitan lainnya dalam hidup masing-masing.

Namun, ada yang perlu kita perhatikan bagaimana Allah bisa menimpakan musibah buruk kepada kita.

Ustadz nouman menjelaskan dalam perspektif dunia fisik, penyebab musibah dapat diketahui dengan mudah.

Seseorang mengendarai mobil dengan kecepatan penuh, kemudian dia mengalami kecelakaan. Apakah ini terjadi karena kesalahan Allah?

Telat bangun pagi, lalu salah ambil jalan dan terkena macet, yang mengakibatkan dia telat sampai kantor. Apakah ini datangnya dari Allah?

Waktu usia muda sering konsumsi makanan dengan gula tinggi dan siap saji, kemudian dia terkena diabetes dan kolesterol, pantaskah kita menyalahkan takdir Allah?

Sama sekali tidak pantas!

Kita sering mengira bahwa segala buruk yang terjadi adalah musibah dan menyalahkan takdir Allah. Musibah yang seperti diatas terjadi atas kelalaian kita dan ketidakmampuan untuk mengontrol tubuh kita, Maka sekali lagi kita tidak bisa menyalahkan Allah.

Sedangkan dalam perspektif dunia moral, sebab akibat berada pada mungkin atau tidak tidak mungkin. Misalnya ketika tidak diterima sekolah padahal sudah berusaha maksimal, atau seseorang menabrak kamu tanpa sengaja, atau kamu dapat penyakit genetik padahal sudah menerapkan habit yang baik. Dalam kasus seperti ini musibah bisa terjadi karena kita sedang diuji Allah atau ada hal lai yang kita tidak tau.

Ketika mendapat musibah kita pasti berusaha keras untuk mengatasinya, lalu ketika kita sudah dapat keluar dari masalah itu tentunya kita sangat bahagia, bukan? Menurut kita berhasil keluar dari masalah adalah pencapaian. Namun disisi lain sebenarnya tujuan utama Allah menguji kita adalah melatih kesabaran.

Wabassyiri sshobirin: dan berilah kabar bahagia bagi orang yang bersabar (Al-Baqarah: 155)

Musibah memang buruk, namun kita bisa memaknai setiap musibah itu dengan tindakan positif. Tidak mungkin Allahu rahmanirrahim berlaku buruk kepada makhluk-makhlukNya. Allah mencintai hambanya dan memberikan musibah supaya kita bisa menjadi makhluk yang lebih baik lagi.

Baik itu musibah yang datang karena kelalaian kita atau karena hal yang tak bisa dikontrol, semuanya itu pasti ada tujuannya.  Baik yang bisa langsung kita maknai atau baru baru kita bisa maknai di masa yang akan datang. Yang terpenting adalah selalu berprasangka baik kepada Allah. Semua cobaan itu membuat kita menjadi manusia yang lebih baik, lebih kuat, lebih bertanggung jawab.

Yaitu orang-orang yang apabila ditimba musibah, mereka berkata “Innalillahi wa inna ilaihi rajiun” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepadaNya lah kami kembali (Al-baqarah: 156).

Allah mengatakan qoluu katakanlah, Allah tidak mengatakan kemudian katakanlah

Ayat ini mengajarkan ketika musibah datang:

1.    Latih lidah kita dan hati kita untuk mengucapkan innalillahi wa innailaihi rajiun, just comes out innalillahi wa inna ilaihi rajiun don’t delay it.

2.    Jangan mengatakan ke orang lain bahwa musibah yang datang kepadanya adalah karena Allah. If you want to say to other people think your self first. Terlepas musibah yang datang terhadap mereka termasuk cobaan atau hukuman atau ujian, kita tidak pantas untuk menghakimi dia dan memikirkan kenapa Allah melakukan ini. Because you know,  we don’t have those license. Tugas kita hanyalah bersabar ketika terkena musibah dan berusaha menjadi manusia yang lebih baik lagi.

Percayalah apapun masalahnya yang kita miliki sekarang itu tidaklah permanen (masalah kesahatan, masalah emosional, atau masalah fisik), karena kita emang tidak permanen. Things are put in perpecpective. Kalau kita berpikir masalah yang kita hadapi itu tanpa akhir. Kita salah. Yang tanpa akhir adalah pahala bagi kita yang diuji. Karena respon ujian itu dengan kesabaran. Dan Allah memberikan pahala yang tak terbatas bagi orang yang bersabar.

 

Continue reading Refleksi diri #2